Friday, December 11, 2015

Bangsa Yang Baik

Semester ini hampir berakhir. Sebentar lagi UAS dan setelahnya?  I don't know. Mungkin liburan sebentar, kemudian kembali lagi beraktifitas seperti biasa. Suatu siklus yang membosankan.. benar-benar membosankan.

Ketika UAS nanti, semua orang sibuk mempersiapkan diri untuk bisa menjawab ujian. Belajar. Andai tidak ada ujian, mungkinkah masih ada yang belajar. Masihkah ada yang mencari di sana-sini catatan-catatan untuk dipelajari dan didiskukisan. Masihkah ada yang belajar???

Indonesia ini terlalu nyantai. Terlalu lembek. Sehingga para pemudanya tidak punya gairah. Tidak punya ambisi untuk bisa menaklukkan. Karena di sini, tidak ada gesekan berarti yang menuntut pemecahan dari para pemudanya. Tidak ada tanjakan yang kuat untuk berdiri dan melihat jauh. Tidak ada dinding penjepit yang memaksa keluarnya pemberontakan.

Semua telah rapuh. Kepalan tangan tak sekuat dulu. Karena jaring-jaring yang diuntai oleh para pejuang kemerdekaan tidak lagi digunakan. Malas melaut karena dikira ikan yang telah tertangkap telah banyak. Akhirnya tidak ada tenaga, dan terperangkap dalam kefanaan nikmat.

Apalagi kehidupan di Jawa. Pulau yang sangat padat. Tak mungkin dijumpai satu menit saja jalan yang sepi dari kendaraan. Tak ada yang peduli dengan seberapa banyak karbon yang dihasilkan. Akhirnya apa yang dihirup itulah yang mengalir dalam tubuh bersama darah. Yang kemudian menyumbat jalan otak untuk berpikir jernih. Memutuskan rantai logika. Terjadi di semua kalangan. Dari yang kecil sampai yang gede, badan maupun jabatannya. Dan kejumudan terjadi. Semua hampir terjebak dalam system.

Sepertinya kita butuh revolusi sekali lagi, untuk kesekian kalinya. Revolusi apa? I don't know either... Lihat hal berikut, beberapa hari kemarin telah terjadi acara lama dengan teknis baru. Acara besar publik. Yaitu pilkada serempak. Apa artinya? Artinya bangsa ini sedang berdemokrasi. Sayangnya demokrasi harus seperti itu. Tidakkah dipikir dengan demokrasi seperti itu suara para guru ngaji di musholla-musholla disamakan dengan suara penjahat yang ada di terminal. Sungguh disayangkan.. Sungguh benar-benar kekacauan..

Tapi bagaimanapun juga aku bangga jadi bagian dari bangsa ini meski tidak jelas apa yang kubanggakan. Terlalu abstrak untuk dijelaskan. Mungki karena masih ada harapan untuk diperjuangkan. Yaitu menjadikannya bangsa yang besar. Tapi bukan seperti AS dan sekutunya. Bangsa besar yang baik. Itulah tepatnya harapan kecilku. Kalau tidak menjadi bangsa besar tak jadi masalah. Menjadai bangsa yang baik saja sudah cukup. Bahkan mungkin lebih baik.

No comments:

Post a Comment