Saturday, February 20, 2016

Insyaf

Islam adalah satu-satunya jalan. Sulit untuk menjelaskannya. Tapi itulah yang kuyakini.

Karena jalan inilah yang membawa kedamaian. Kedamaian yang murni, jernih, dan sejati. Seperti semilir angin yang tidak pernah berhenti. Itu jika ketakwaan senantiasa dijaga dan ditegakkan.

Matahari terbit dan terbenam. Senyum berganti tangis. Kebencian dan cinta. Tapi Iman adalah sesuatu yang lain. Ia harus tetap di sana, apapun yang terjadi. Terus mengusahakannya. Itulah yang kupahami.

Nabi Muhammad SAW. Beliaulah keteladanan dalam hal ini. Rahmatan lil 'alamin. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepadanya.

Al Quran. Kalam ilahi. Membacanya adalah suatu kehormatan. Pagi dan petang. Merasakannya. Petunjuk utama untuk jalan ini. Menghindarkan dari kesesatan.

Dan jiwa ini lah yang masih senantiasa rapuh untuk istiqomah berdiri dengan pilar-pilar itu. Padahal itulah tempat untuk pulang.

Mata, telinga, dan hati.
Mata, telinga, dan hati.
Melihat, mendengarkan, dan merasakan
Andai saja hanya kebaikan-kebaikan yang tertera di sana. Tapi sekali lagi, jiwa ini rapuh untuk mengarahkan dan membimbing mereka bertiga.

Aku ingin insyaf..
Ya Allah tunjukkanlah..
Ya Allah terimalah..


Sunday, February 14, 2016

Tabah

Tulisan sebelumnya di sini

Lima hari yang lalu, sebuah berita duka berhembus. Atau berita menyeramkan. Atau berita yang tepatnya tidak ingin kudengar. Si dia telah menikah dengan teman sekantornya. Dia yang tak kuketahui namanya setelah hampir satu tahun menjadi pemujanya.

Kantor berjalan seperti biasa. Kudengar hanya bosku orang yang mendapat undangan di kantor ini. Syukurlah aku tidak diundang. Tapi.. mengapa juga dia mau mengundangku? Mungkin sebagai ucapan terima kasih atas bantuanku beberapa minggu yang lalu. Memfotokopikan beberapa dokumennya. Tapi kurasa itu tidak mungkin.

Aku belum tahu bagaimana rasanya menikah. Tapi yang setahuku orang setelah menikah akan melakukan bulan madu. Atau apalah namanya, suatu liburan untuk merayakan pernikahan mereka. Tapi kalau tidak salah kemarin aku sekilas melihatnya di kantornya. Tidakkah dia melakukan ritual tersebut?

Melihatnya kemarin, meskipun hanya sekilas membuat hatiku retak. Inikah patah hati? Mungkin iya. Umurku sebentar lagi kepala tiga. Dan kuingat, dalam kurun lima tahun terakhir ini, mungkin hanya dia lah yang menarik hatiku. Yang dapat menyita lamunanku. Hhhh... Kadang kutertawakan keadaan diriku yang seperti ini.

Untuk masalah yang satu ini, apakah aku harus harus dijodohkan? itu adalah opsi terakhirku. Perjodohan dengan seseorang, yang mungkin bisa saja pandangan pertama kepadanya adalah pada hari pertunangan. Aaah.. itu terlalu jauh bagi saat ini.

Dan sampai saat itu, tampaknya aku harus menghindari si dia ini. Di lobi, komplek perkantoran ini, di caffee samping jalan, dan pastinya di tempat parkir. Mataku harus kuhindarkan darinya. Karena terbersit sebentar saja tentangnya membuat perutku sakit, apalagi melihatnya.

Pagi ini tadi, kepalaku seperti mau pecah memikirkan masalah batinku dengan wanita ini. Sempat kutakutkan dan kutanyakan pada diriku, apakah sisa-sisa setiap pagi kehidupanku akan terus-terusan terasa seperti ini? Sepertinya aku harus segera pindah tempat kerja. Memulai kehidupan baru.

Untungnya setengah hari ini kantor berjalan normal. Kesibukanku berhasil melupakannya. Jam makan siang dan istirahat kali ini terasa berbeda. Mungkin karena langit telah kembali biru setelah berhari-hari mengguyur bumi dengan hujan. Ingin kunikmati pemandangan di luar seperti ini lebih lama. Belajar memahami yang ada di alam bebas dengan fikiran positif. Tapi ketika kulihat jam tangan, kusadari aku harus kembali ke kantor dan menyelesaikan sisa hari. 

Bukannya aku tidak berani sedikit nakal atau bahkan bolos. Hanya saja pesan Ibu ku dari dulu adalah agar selalu menjadi orang yang baik, dan mungkin itu bisa kucapai dengan menjadi pegawai yang baik. Kalaupun tidak cukup baik, paling tidak menjadi pegawai yang tepat waktu.

Meja yang sama selama hampir tiga tahun ini telah menungguku. Dingin ruangan ber AC telah menanti tubuhku yang hangat. Dan kursi ini... Ah, bisa mendudukinya saja telah menjadi kesyukuran dibandingkan dengan mereka yang masih di jalanan di bawah terik matahari. Hembusan nafas panjang mengakhiri perhitunganku tentang hal-hal sekitar yang selama ini telah bersamaku.

"Krek.. Assalamu'alaikum" Astaga si dia masuk ke kantorku. Padahal baru sepuluh menit yang lalu ku yakin kalau keadaan batinku akan tenang.

"Pak Andi.. Bisa minta tolong fotokopikan beberap dokumen ini?" Kata-kata yang sama beberapa minggu yang lalu. Resepsionis mungkin sengaja ingin menyiksaku.

"Oh.. iya.. silakan ikut saya!" Untung aku berhasil menenangkan diri.

Di tempat yang sama. Tapi kali ini dia berdiri disampingku. Kulihat cincin di jari manisnya ketika kuminta dokumen yang akan difotokopikan.

"Maaf merepotkan, fotokopi kantor rusak lagi" Dia terdengar manis. Suaranya halus. Dan tentu saja tidak ada berubah dari kecantikannya yang baru kusadari beberapa minggu yang lalu.

"Iya.. ga apa-apa kok" Kujawab biasa. Ingin sekali kutatap matanya. Tapi mengapa terasa sangat berat.

Fotokopi selesai. Ku serahkan hasil fotokopian.

"Maaf ya sekali lagi.. merepotkan.." dia mengecek hasilnya. "Terima kasih banyak ya.." dia tersenyum.

"Iya.. sama-sama" Akhirnya sekilas aku berhasil menatap matanya. Dia menunduk dan pergi.

Dari tatapan itu, akhirnya baru kusadari betapa bodohnya diriku.

Dia telah menjadi isteri orang. Dia telah berkeluarga. Dia bukan lagi si dia yang dulu. Dia telah menjadi orang lain.

Dia memang cantik seperti kemarin atau setahun yang lalu atau tiga minggu yang lalu. Tapi ada yang berbeda darinya saat itu. Tak lagi kurasakan keteduhan di matanya. Dia telah menjadi wanita lain. Dia sekarang seperti mereka, wanita-wanita yang ada di muka bumi ini.

"Mbak Desi.. Mbak tadi siapa namanya?" aku bertanya ke resepsionis

"Hayoo...?" Mbak Desi tersenyum menggodaku.

"Lha.. kenapa?" Kucoba menatap wajahnya. Tapi kacamatanya yang membuatku silau.

"Itu tadi Bu Lusi, dia sudah menikah lho Pak Andi!! " Dia menjawabku kembali dengan nada menggoda

"Oh.. terima kasih" Kujawab dengan senyum. Ku sandarkan diriku ke meja resepsionis dan memandang pintu dan jalan keluar kantor. 

Aku rasa aku bisa tenang sekarang. Satu tahun mengejarnya. Mungkin lebih tepat mengintainya. Setidaknya aku mendapatkan satu hasil, yaitu namanya.

Terkadang wanita datang dan pergi. Mungkin mereka juga berpikir seperti itu. Dan kupikir aku tak perlu memaksanya untuk bertahan menetap, untuk tidak pergi. Aku yakin Tuhan telah merencanakan sesuatu. Wanita yang tepat di waktu yang tepat yang akan tinggal menetap. Wanita yang matanya memberikan keteduhan setiap kali kumandangnya

Friday, February 12, 2016

Catatan Terima Kasih (2)

"Pria punya selera" satu kutipan lama yang masih mengena di hati sampai sekarang. Saya tidak tahu pasti maksudnya karena kalimat tersebut masih sangat ambigu. Tapi ada beberapa hal yang saya yakini kalau beberapa hal yang saya lakukan sesuai dengan kalimat tersebut.

Beberapa contoh tidak bisa saya sebutkan. Karena mendeskriptifkannya yang cukup sulit. Beberapa kali telah saya coba tapi selalu gagal, dan ujung-ujungnya harus menekan lamatp tombol backspace. Itulah yang selalu menjadi pertanyaan saya, mengapa sangat sulit menggambarkan hal-hal yang saya anggap memiliki makna khusus dan lebih. Mungkin sepertinya hal-hal tersebut lebih baik untuk didiamkan. Remain untold...
---

Semenjak saya mulai membagikannya blog ini di sosmed, ada peningkatan aktivitas entah bertambahnya jumlah pembaca atau komentar-komentar yang mulai berdatangan, meski tidak banyak. Saya cukup senang dengan hal itu. Tapi ada juga beberapa hal yang membuat risau. Salah satunya adalah saya takut kalau blog ini tidak lagi pure. Tidak murni berisi apa yang saya ingin tulis.

Ada semacam kekhawatiran kalau nanti blog ini untuk menyenangkan pembaca. Menyuguhkan postingan-postingan yang mereka inginkan. Padahal bukan, tujuannya bukan itu. Bukan sama sekali.

Blog ini adalah blog saya atau terkhusus untuk diri saya sendiri. Dan yang saya takutkan adalah apa yang saya tuliskan untuk diri saya di sini terbias dengan pertanyaan "Apakah ini layak untuk dibaca oleh orang lain? Bagaimana pendapat mereka nanti dengan tulisan ini?".

Dan ada lagi hal yang paling saya takutkan, yaitu keinginan untuk menggurui. Sering sekali muncul keinginan untuk memberikan inspirasi atau semacam pelajaran kepada orang lain. Saya tidak tahu mengapa, tapi itulah yang sampai sekarang selalu saya usahakan untuk menghindarinya.

Oleh sebab itu, sebelum melangkah lebih jauh. Inilah saya. Mungkin kalau di sana-sini ada kesalahan, ya maaf..


Sunday, February 7, 2016

Passion-less

Sebenarnya masih belum ada mood untuk ngeblog, atau apalah namanya yang berbau tulis-menulis. Dan malam ini ada pertandingan yang ingin saya tonton, tetapi menunggunya membuat saya bingung karena tidak ada pekerjaan berarti. Jadi saya putuskan untuk menulis di sini lagi.

Jadi tidak ada tema khusus yang dipersiapkan untuk dituliskan. Karenanya, mungkin tulisan akan ngelantur ke sana-sini.

Kemarin malam saya menonton big match antara Manchester City vs Leicester City. Terasa aneh ketika melabeli pertandingan tersebut sebagai big match. Karena kedua tim tersebut tidak memiliki nama besar (mungkin iya untuk Manchester City dalam lima tahun terakhir ini). Tapi itulah kenyatannya yang terjadi di BPL musim ini, pertandingan antara peringkat dua dan satu klasemen sementara.

Itu adalah pertama kalinya saya menyaksikan Leicester City secara langsung di TV musim ini. Pertandingan berakhir dengan hasil mengejutkan dengan kemenangan Leicester 1-3. Setelahnya banyak sekali meme-meme yang beredar tentang bagaimana seharusnya sepakbola dimainkan, yaitu dengan passion yang tinggi seperti Leicester City. Bukan dengan uang atau pemain bintang.

Dari sinilah timbul kesadaran bahwa ada satu lagi hal penting yang saya rasa saya kurang (terlepas dari kekurangan-kekurangan lain yang telah ada). Yaitu kurangnya passion pada hal-hal penting yang saya kerjakan. Contohnya kecilnya adalah belajar menulis seperti ini, atau mengolah blog ini, atau hal lain.

Passion adalah pembawa kepuasan entah itu berujung dengan keberhasilan atau tidak. Dan tampaknya itulah yang saya rasakan, selalu merasa kurang puas dengan proses yang telah berlalu atau ada semacam ketidakpuasan dalam pengerjaan sesuatu. Sayangnya perasaan ini timbul di akhir pekerjaan setelah keluar hasilnya. Entah mengapa selalu ada semacam suara dalam hati yang berkata, "I think I can do better".

Adapun mensyukuri hasil yang ada, itu adalah hal lain lagi yang masih selalu saya upayakan. Karena bersyukur adalah keharusan. Atau bisa dikatakan kewajiban. Atau bahkan kebutuhan.

Mungkin seperti inilah yang terjadi pada Leicester City. Mereka telah melakukan yang terbaik. Adapun di akhir musim, entah dengan gelar juara atau tidak, akan ada kepuasaan terhadap perjalanan atau proses yang telah mereka perjuangankan. Dan satu lagi, akan timbul sikap respect dari segenap penjuru kepada mereka.

Sebenarnya saya ingin menulis beberapa analisis tentang perkembangan sepakbola dan beberapa hikmah atau pelajaran yang tersirat darinya. Tapi di luar sana sudah sangat banyak sekali yang memuat tentang hal ini. Itulah sebabnya saya ringkas saja jika sudah menyangkut masalah ini. 

Beberapa menit lagi pertandingan akan dimulai (Chelsea vs MU). Dan saat seperti inilah beberapa ide baru berdatangan untuk saya tuliskan. Tentu saja ide-ide tersebut terlalu luas untuk hanya beberapa menit seperti ini, Seperti beberapa resensi buku, musik, dan film. Jadi, mungkin tulisan yang tak berisi banyak ini saya cukupkan. Dan insyaallah akan dilanjutkan besok dengan beberapa hal yang lebih spesifik.

Salam