Saturday, September 27, 2014

28 September

Lihatlah, ternyata kelahiran yang kemarin hanya bualan belaka. Buktinya dibutuhkan waktu 22 hari untuk menlanjutkan tulisan ini. Tapi selanjutnya saya berjanji insyaallah akan lebih istiqomah.

Banyak hal telah terjadi, dan memang selalu begitu. Tetapi yang lebih diharuskan adalah banyaknya pelajaran yang didapatkan. Begitulah hidup ini, semakin hari semakin tua semakin tinggi tanggung jawab. Dan yang tersisa adalah pilihan untuk mempersiapkan tanggung jawab tersebut atau tidak.

Hari ini, 28 September adalah hari yang istimewa. Karena di hari inilah aku diijinkan untuk mengenal dunia. Dunia yang begitu istimewa, dunia yang penuh dengan warna. Kesyukuran akan hal ini selayaknya akan terus terucap bagi yang sadar. Itulah yang selama ini baru aku pahami.

Bersyukur, bersyukur, dan bersyukur. Di saat seperti ini, masa-masa kuliah, wawasan terus bertambah yang terkadang akan melupakan bagaimana cara bersyukur harus selalu diinsyafi. Mengenal mereka yang di jauh sana, mengetahui apa yang di balik sana, mendalami yang tertuang dan yang masih samar membawa kekaburan ingatan untuk bersyukur jika tongkat pegangan yang disediakan tidak tergenggam rapat.

Tongkat inilah yang masih ingin ku tancapkan lebih dalam lebih kuat lagi. Genggaman inilah yang masih ingin kueratkan lagi. Tinggal setelahnya, damai desahan angin atau gemerisik topan badai kunikmati dengan tersenyum riang, karena aku yakin aku tak akan kemana-mana lagi.

Dan dengan tulisan-tulisan inilah kucoba untuk memegang siapa yang terdekat. Satu tangan ke tangan yang lain. Tangan yang lain ke tangan yang lainnya akan membawa kebersamaa. Dengan kebersaamaan ini akan membawa keindahan yang luar biasa ketika kita menghadapi angin ataupun badai yang datang menghempas

Saturday, September 6, 2014

Kembali Terlahir

Begitulah riwayat ini, tidak tahu akan tersampaikan sampai kapan. Kadangkala, orang terus berusaha mengulang dan mengulang ceritanya, terkadang juga ada beberapa yang menyembunyikannya dalam dada sebagai suatu kebanggaan untuk dirinya sendiri. Yang terakhir ini, dia akan tersenyum bangga melihat kisah-kisah yang bertebaran di telinga. Karena dia menganggap dan merasa kisahnya masih memiliki kelebihan.

Tidak hayal, aku dan juga mereka terus melakukannya. Untuk mengejar reputasi, untuk mencantolkan nama di atas sana, di atas kepala-kepala mereka. Tapi sayangnya, tidak semua orang bisa menjadi pendengar yang baik. Inilah yang paling tidak bisa dimengerti.

Kita, bangsa ini membutuhkan banyak pendengar yang baik. Yang bisa tahu kepentingan, yang bisa mendengarkan kisah sahabatnya dan mungkin bisa memilah koleksi lagu yang baik. Fungsi telinga menjadi tidak maksimal, seperti kata orang hanya sebagai cantolan kaca-mata .

Tidak banyak yang bisa ditulis hari ini, tapi bersyukurlah karena tetap ada tulisan yang terlahir.