Friday, November 13, 2015

Belajar Perspektif

Perspektif.. itulah masalah yang paling utama. Banyak orang yang menyalahkan karenanya. Banyak juga yang membenarkan. Meskipun ada juga yang diam di antara keduanya.

Saya sendiri masih belajar perspektif. Meskipun saya kira itu bukan suatu disiplin ilmu yang kasat mata. Yang tidak jelas objeknya. Tapi inilah kunci dari segala pintu keluar dari perdebatan. Jika kuncinya bisa ditemukan, maka pintu akan terbuka. Dan mereka bisa keluar melihat matahari cerah, atau setidaknya membiarkan cahayanya masuk menyinari.

Dulu ibu selalu memberi nasehat kalau menunda pekerjaan itu menambah kesulitan. Dalam artian berarti jangan malas. Tapi bagi orang yang sedang malas dan acuh tak acuh, apalah arti kemalasan.. kemalasan tidak berarti apa-apa. Perspektif mereka telah berbeda.

Keinginan ini dan itu, itulah perspektif yang paling kuat. Tapi terkadang takaran kekuatannya masih belum diketahui dengan pasti. Sehingga ketika terjadi benturan, maka terjadi kebuntuan. Akhirnya keinginan tidak terwujud. Memaksanya?? pemaksaan jarang membawa kebaikan. Apalagi keinginan akan keburukan.

Jika dalam keadaan tersebut, saatnya mendengar perkataan "jika kau tidak bisa merubah dunia, maka rubahlah cara pandangmu". Ini berarti harus ada suatu perubahan. Seperti meninggalkan sebentar ego yang ada dalam diri. Menurunkan harga diri bukan berarti harga diri seseorang bernilai rendah.

Salah satu perspektif yang cukup kuat lainnya adalah selera. Contohnya selera musik. Inilah yang saya bingung tak kepalang bingung. Ada satu band yang sangat saya sukai. Yang saya kira lagu-lagunya sangat enak untuk didengar. Tetapi mengapa orang lain ada yang tidak menyukainya?? Berkali-kali gelengan kepala tak kunjung menyelesaikan kebingunan ini.

Apalagi perspektif yang lain. Ilmu yang begitu luas cakupannya dengan tiap-tiap disiplinnya. Antropologi, sosiologi, psikologi, epistemologi, atau yang logi-logi lainnya. Kalau dalam filsafat ada worldview. Apalagi agama. Dan ditambah lagi dalam satu disiplin ilmu saja pemahaman tiap orang berbeda-beda. Betapa kompleksnya masalah ini.

Sebuah rumah terlihat sangat indah dilihat dari depan, karena begitu banyak bunga di pekarangannya. Tetapi ketika dilihat dari belakang terdapat corat-coret di dindingnya yang menjadikannya kotor dan membuatnya terlihat jelek. Tapi ada orang lain yang berkata grafiti dibelakang rumah tersebut sangat bagus, dan pekarangannya kaku dan monoton. Maka tidak mengeherankan jika jarang ada kata sepakat di antara kita, meskipun cara pandang utuh dan menyuluruh dari rumah tersebut telah dilakukan.

Tapi ada satu perspektif yang saya kira cukup universal. Yang setiap orang memilikinya, dengan caranya masing-masing. Yang sebenarnya bisa menyelesaikan banyak permasalahan. Tapi Sayangnya banyak di antara kita yang masih kaku dengannya. Ialah cinta. Saya tidak tahu mengapa. Tapi ketika saya mencintai seseorang, tak perduli memandangnya dari depan atau belakang, jauh atau dekat, tersenyum atau menangis, cinta tetaplah cinta.

No comments:

Post a Comment